MA Soal Grasi Antasari Azhar: Terserah Presiden
Funesia.net - Mahkamah Agung (MA) menyelesaikan pertimbangan hukum atas permohonan grasi Antasari Azhar. Kini bola ada di tangan Presiden Joko Widodo, apakah akan memberikan grasi atau menolaknya.
"Kami hanya memberikan pertimbangan hukum, selanjutnya terserah presiden. Pertimbangan hukum kami menjadi masukan, mau diikuti silakan, tidak juga silakan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr Ridwan Mansyur saat berbincang dengan detikcom, Minggu (6/11/2016).
Permohonan grasi Antasari itu mengantongi nomor register 18/Pid.MA/2016. Berkas itu diterima MA pada 15 Agustus 2016 dan didistribusikan ke majelis pada 23 Agustus 2016. Pekan ini MA telah menyelesaikan pertimbangan atas grasi itu.
"Tidak ada kewajiban bagi presiden untuk mengikuti pertimbangan kami. Itu adalah hak prerogratif presiden," ucap Ridwan.
Lihat Juga:
"Kalau sudah masuk presiden, bukan lagi pertimbangan hukum. Di situ ada unsur kemanusiaan, unsur penerapan hukum dan sebagainya," ujar Ridwan.
Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
"Grasi itu hak konstitusional presiden," pungkas Ridwan.
Sebagaimana diketahui, Antasari diduga menjadi otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada Maret 2009. Antasari dinilai meminta bantuan Sigit Haryo Wibisono untuk menghabisi Nasrudin. Dari Sigit, perintah turun ke Wiliardi Wizard dan direkutlah eksekutor Edo dkk. Tim eksekutor itu menghabisi nyawa Nasrudin usai main golf.
Setelah dilakukan persidangan, Antasari dihukum 18 tahun penjara di tingkat pertama dan dikuatkan oleh majelis banding, kasasi dan peninjauan kembali. Tapi dari 3 hakim tingkat pertama, 3 hakim tingkat banding dan 8 hakim agung, hanya satu hakim agung yang memutuskan Antasari Azhar bebar murni dan tidak terlibat kasus pembunuhan tersebut. Hakim agung itu adalah Prof Dr Surya Jaya yang menyatakan bahwa benar Antasari pernah curhat soal kasusnya dengan Sigit Haryo. Tetapi tidak ada satu pun kata dan kalimat yang menyuruh Sigit Haryo Wibisono untuk menghabisi nyawa Nasrudin.
"Fakta hukum persidangan menunjukkan tidak satu pun alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dapat digunakan untuk menyatakan Antasari telah melakukan 'penganjuran atau pembujukan' kepada Sigit maupun kepada Wiliardi, terlebih lagi kepada Edo dan kawan-kawan," demikian pertimbangan Surya yang juga guru besar Universitas Hasanuddin, Makassar itu.
Setelah menjalani masa pemidanaan, Antasari mendapatkan remisi dan akan menghirup bebas -- dengan status bebas bersyarat -- pada 10 November esok.
"Kami hanya memberikan pertimbangan hukum, selanjutnya terserah presiden. Pertimbangan hukum kami menjadi masukan, mau diikuti silakan, tidak juga silakan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr Ridwan Mansyur saat berbincang dengan detikcom, Minggu (6/11/2016).
Permohonan grasi Antasari itu mengantongi nomor register 18/Pid.MA/2016. Berkas itu diterima MA pada 15 Agustus 2016 dan didistribusikan ke majelis pada 23 Agustus 2016. Pekan ini MA telah menyelesaikan pertimbangan atas grasi itu.
"Tidak ada kewajiban bagi presiden untuk mengikuti pertimbangan kami. Itu adalah hak prerogratif presiden," ucap Ridwan.
Lihat Juga:
- Ahok Diperiksa Bareskrim Besok, Tapi Tak Ada Pendampingan dari Timses
- Polisi Sebut Buni Yani Potensi Jadi Tersangka, Pengacara Menyayangka
"Kalau sudah masuk presiden, bukan lagi pertimbangan hukum. Di situ ada unsur kemanusiaan, unsur penerapan hukum dan sebagainya," ujar Ridwan.
Grasi merupakan hak prerogratif presiden. Jalur grasi tersebut diatur dengan tegas dalam Pasal 14 ayat 1 UUD 1945 dan diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 5 Tahun 2010. Adapun Pasal 14 ayat 1 UUD 1945 berbunyi:
Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
"Grasi itu hak konstitusional presiden," pungkas Ridwan.
Sebagaimana diketahui, Antasari diduga menjadi otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada Maret 2009. Antasari dinilai meminta bantuan Sigit Haryo Wibisono untuk menghabisi Nasrudin. Dari Sigit, perintah turun ke Wiliardi Wizard dan direkutlah eksekutor Edo dkk. Tim eksekutor itu menghabisi nyawa Nasrudin usai main golf.
Setelah dilakukan persidangan, Antasari dihukum 18 tahun penjara di tingkat pertama dan dikuatkan oleh majelis banding, kasasi dan peninjauan kembali. Tapi dari 3 hakim tingkat pertama, 3 hakim tingkat banding dan 8 hakim agung, hanya satu hakim agung yang memutuskan Antasari Azhar bebar murni dan tidak terlibat kasus pembunuhan tersebut. Hakim agung itu adalah Prof Dr Surya Jaya yang menyatakan bahwa benar Antasari pernah curhat soal kasusnya dengan Sigit Haryo. Tetapi tidak ada satu pun kata dan kalimat yang menyuruh Sigit Haryo Wibisono untuk menghabisi nyawa Nasrudin.
"Fakta hukum persidangan menunjukkan tidak satu pun alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dapat digunakan untuk menyatakan Antasari telah melakukan 'penganjuran atau pembujukan' kepada Sigit maupun kepada Wiliardi, terlebih lagi kepada Edo dan kawan-kawan," demikian pertimbangan Surya yang juga guru besar Universitas Hasanuddin, Makassar itu.
Setelah menjalani masa pemidanaan, Antasari mendapatkan remisi dan akan menghirup bebas -- dengan status bebas bersyarat -- pada 10 November esok.