Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Kabar Reshuffle Jilid IV, Gerindra Tegaskan Tetap Di Luar Istana


FUNESIA.NET-Isu perombakan kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali berhembus jelang tutup tahun 2016. Beredar rumor, Partai Gerindra bakal merapat ke pemerintah usai sejumlah pertemuan antara Jokowi dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. 




Waketum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, partainya tidak tertarik untuk masuk ke pemerintahan. Arief menilai, kinerja pemerintah tidak efisien baik dari segi organisasi hingga pelaksanaan.

"Yang pasti Gerindra enggak ada pikiran untuk masuk ke kabinet. Lalu apa dengan masuknya Gerindra ke pemerintahan bisa menolong keadaan pemerintahan yang sudah karut marut cara bekerjanya, seperti pemerintahan yang tidak efisien dan sangat gemuk dari sisi keorganisasian," kata Arief kepada merdeka.com, Rabu (28/12).

Menurutnya, tujuan awal Gerindra didirikan adalah untuk mengantarkan Prabowo menjadi presiden, bukan bergabung masuk Istana yang bukan dipimpin oleh mantan Danjen Kopassus itu. 


Baca Juga : Cristiano Ronaldo Raih Penghargaan ke-9 Sepanjang 2016
"Dari awal Gerindra berdiri, kami para kader Gerindra punya tujuannya cuma satu yaitu Prabowo Subianto jadi Presiden bukan masuk Pemerintahan dengan Presiden bukan Prabowo Subianto. Kalau maukan sejak SBY - Boediono Gerindra masuk Pemerintahan SBY- Boediono kalau cuma politisi cuma mau cari makan dan proyek-proyek," tegasnya. 

Arief memprediksi, apabila partainya masuk ke pemerintahan maka akan membuat elektabilitas Gerindra dan Prabowo sebagai calon presiden merosot di Pemilu Serentak 2019 mendatang. 

"Kalaupun sampai 2019 maka yang jadi perhitungan Gerindra adalah dampak negatif bergabung dalam Pemerintahan Joko Widodo - JK yang pasti akan menurunkan elektabilitas Gerindra dan Pak Prabowo Subianto sebagai Capres Gerindra pada pilpres 2019," klaimnya. 


Baca Juga : Ahok: Kalau Kamu Mutiara, Dibuang Ke Kubangan Juga Tetap Mutiara
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Arief menganggap di tahun pemerintahan Jokowi-JK sejumlah masalah ekonomi dan politik menjadi sorotan. Misalnya, Indonesia dinilai belum berdaulat dari aspek ekonomi. Sebab, perjanjian investasi Indonesia-China dinilai merugikan lantaran buruh China dibiarkan masuk dengan bebas ke Tanah Air. 

"Misalnya Pemerintahan sudah tidak berdaulat secara ekonomi dengan memenuhi syarat dari investor asing misalnya investor China yang berinvestasi di Indonesia yang memberi syarat dengan memperkerjakan warga negara nya puluhan ribu jumlahnya tanpa disegala macam jenis pekerjaan hingga tukang batu dan tukang angkut," jelas dia. 

Kondisi tersebut kontras dengan tingkat ekspor komoditas Indonesia yang kian menurun. Bahkan, terjadi deindutrialisasi dan tingginya impor pangan di Indonesia. 


Baca Juga : Polisi Pastikan Tewasnya Keluarga Pengusaha Dodi Triono Karena Perampokan
"Nah keadaan dalam negeri sendiri ekspor komoditas makin menurun. Cepatnya terjadi deindutrialisasi, tingginya import pangan dan belum ada kejelasan terkait pembangunan proyek infrastruktur dengan nilai Rp 5000 trilyun karena memang enggak ada dananya," pungkasnya.(merdeka.com)