"Jangan Jadikan Agama Barang Murah untuk Mengejar Target Politik"
FUNESIA.NET-Banyak kalangan menilai aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat pada Jumat 4 November 2016 rentan disusupi kepentingan politik.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai, hal tersebut tidak bisa dimungkiri mengingat momentumnya sangat dekat dengan penyelenggaraan pilkada serentak.
Menurut Lukman, agama memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan kerap memengaruhi dinamika politik.
"Sejak ratusan tahun lalu, bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang religius. Komunitas masyarakat yang tidak bisa memisahkan nilai-nilai keagamaan dari kehidupan keseharian. Kemudian, agama dengan berbagai paham yang muncul juga ikut memengaruhi dinamika politik," ujar Lukman di program Mata Najwa yang ditayangkan Metro TV,Rabu (2/11/2016).
Baca Juga :
- Jelang El Clasico, Barcelona Naikkan Harga Tiket buat Fans Real Madrid
- Serge Gnabry Cetak Trigol Bersama Timnas Jerman, Werder Bremen Ejek Arsenal
Menurut Lukman, saat ini agama sering digunakan dengan pendekatan yang konfrontatif. Hal tersebut akhirnya menimbulkan gejolak antarkelompok.
Seharusnya, kata Lukman, agama dipraktikkan dengan pendekatan yang promotif. Artinya, agama sebagai alat untuk menjaga kebinekaan.
Agama sering kali tidak dijalankan dengan pendekatan promotif. Ini yang akhirnya membuat gejolak, apalagi dengan yang berbeda agama," kata Lukman.
Baca Juga :
- Panglima TNI Mengimbau Waspadai Demo Memecah Belah NKRI
- TERBONGKAR ! Ternyata Setiap Kecamatan Ada 15 Orang Disiapkan Khusus untuk Tolak Ahok
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menegaskan prinsip bahwa agama tidak bisa dicampuradukkan dengan politik.
Menurut Said Aqil, apabila agama dijadikan alat untuk mengejar kepentingan politik, akan mudah sekali terjadi konflik.
"Prinsip yang penting jangan mencampuradukkan agama dengan politik. Jangan jadikan agama barang murah dalam mengejar target politik. Ini asal muasal kita mudah marah," ujar Said.
Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid pun menuturkan, jika agama sebagai komoditas politik, itu akan berpengaruh buruk terhadap interaksi sosial di masyarakat.
Dia menyebut konflik yang terjadi di Ambon dan Poso merupakan akibat dari sentimen agama yang dibawa ke dalam persoalan politik.
Baca Juga :
- Sri Bintang: Kita Menjatuhkan Soekarno dan Soeharto, Masak Jokowi Tidak Bisa?
- Sudah Ditonton 36 Juta Kali Lebih, Lihat Alasan Video Ini Jadi Viral. Bikin Melongo!
"Jangan sampai agama dijadikan sebagai komoditas politik. Di indonesia, sudah banyak daerah yang terjadi konflik berdarah akibat SARA dipakai untuk urusan politik. Contohnya di Ambon dan Poso. Sudah cukup bangsa ini mengalami konflik," kata Yenny.(kompas.com)